Dengan bergulirnya UU Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan ,Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, dan aturan
pelaksanaannya khususnya PP Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah maka terhitung tahun anggaran 2001, telah
terjadi pembaharuan di dalam manajemen keuangan daerah. Dengan adanya otonomi
ini, daerah diberikan kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya
sendiri dengan sesedikit mungkin campur tangan pemerintah pusat. Pemerintah
daerah mempunyai hak dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber
keuangan yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang
berkembang di daerah.
Namun demikian, dengan kewenangan
yang luas tersebut, tidaklah berarti bahwa pemerintah daerah dapat menggunakan
sumber-sumber keuangan yang dimilikinya sekehendaknya, tanpa arah dan tujuan
yang jelas. Hak dan kewenangan yang luas yang diberikan kepada daerah, pada
hakikatnya merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan secara akuntabel
dan transparan, baik kepada masyarakat di daerah maupun kepada Pemerintah pusat
yang telah membagikan dana perimbangan kepada seluruh daerah di Indonesia,
Pembaharuan manajemen keuangan
daerah di era otonomi daerah ini, ditandai dengan pcrubahan yang sangat
mendasar, mulai dari sistem penganggarannya, perbendaharaan sampai kepada
pertanggungjawaban laporan keuangannya. Sehelum bergulirnya otonomi daerah,
pertanggungjawaban laporan keuangan daerah yang harus disiapkan oleh
Pemerintah Daerah hanya herupa Laporan Perhitungan Anggaran dan Nota
Perhitungan dan sistem yang digunakan untuk menghasilkan
laporan tersebut adalah MAKUDA (Manual Administrasi Keuangan Daerah) yang
diberlakukan sejak tahun 1981.
Penerapan otonomi daerah seutuhnya
membawa konsekuensi logis berupa pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan berdasarkan manajemen keuangan yang sehat. Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2001, pernerintah daerah memiliki
kewenangan untuk menetapkan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah
dalam bentuk Peraturan Daerah. Sistem tersebut sangat diperlukan dalam memenuhi
kewajiban pemerintah daerah dalarn membuat laporan pertanggungjawaban kuangan
daerah yang bersangkutan. Dengan bergulirnya otonomi daerah,
laporan pertanggungjawaban keuangan yang harus dibuat oleh Kepala Daerah adalah
berupa Laporan Perhitungan Anggaran, Nota Perhitungan, Laporan Arus Kas dan
Neraca Daerah. Kewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan daerah ini
diberlakukan sejak 1 Januari 2001, sampai pada akhirnya saat ini pemerintah
sudah mempunyai standar akuntansi pemerintahan yang dapat digunakan
sebagai acuan bagi pernerintah daerah di dalam membangun sistem
akuntansi keuangan daerahnya, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintahan Nomor
24 Tahun 2005.
Pengertian Sistem Akuntansi
Pemerintah Daerah perlu menjalankan
sistem akuntansi yang baik untuk mendukung pelaksanaan pemerintahannya.
Pengertian Sistem akuntansi pemerintahan adalah serangkaian prosedur manual
maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran, hingga pelaporan posisi keuangan (neraca) dan operasi keuangan
pemerintah (LRA).
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
(SAPD) dapat dikelompokkan ke dalam dua sub sistem pokok berikut :
1. Sistem
Akuntansi SKPD (SA-SKPD)
SKPD merupaka entitas akuntansi yang
berkewajiban menyusun laporan keuangan dan menyampaikannya kepada kepala daerah
melalui PPKD.
2. Sistem
Akuntansi PPKD (SA-PPKD)
SA-PPKD terbagi kedalam dua
subsistem yang terintegrasi, yaitu:
a. SA-PPKD
sebagai pengguna anggaran (entitas akuntansi) yang akan menghasilkan laporan
keuangan PPKD yang terdiri dari LRA PPKD, Neraca PPKD, dan CaLK PPKD.
b. SA-Konsolidator
sebagai wakil pemda (entitas pelaporan) yang akan mencatat transaksi resiprokal
antara SKPD dan PPKD (selaku BUD) dan melakukan proses konsolidasi lapkeu
(lapkeu dari seluruh SKPD dan PPKD menjadi lapkeu pemda yang terdiri dari
Laporan Realisai APBD (LRA), Neraca Pemda, LAK, dan CaLK Pemda).
Proses Akuntansi
Proses akuntansi adalah serangkaian
kegiatan akuntansi mulai dari penjurnalan transaksi (berdasarkan bukti
transaksi), posting ke buku besar, penyusunan neraca saldo, jurnal penyesuaian,
hingga penyusunan laporan keuangan, dilanjutkan dengan jurnal penutup dan
akhirnya penyusunan neraca saldo setelah tutup buku. Proses akuntansi
pemerintahan diselenggarakan seiring dengan pelaksanaan anggaran.
Sistem Pembukuan Berpasangan
Persamaan akuntansi pemerintahan:
Asset = kewajiban + ekuitas dana
Asset = hak kreditor + hak residual
pemerintah
Kebijakan Akuntansi
Kebijakan akuntansi adalah
prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi, aturan-aturan, dan
praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas pelaporan dalam
penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
Kebiajakan akuntansi pemda
dimaksudkan sebagai pedoman teknis akuntansi tambahan yang bersifat yang
mengacu kepada SAP dan ketentuan perundang-undangan mengenai keuangan daerah.
Kebiajakan akuntansi tersebut ditetapkan dengan peraturan kepala daerah dengan
berpedoman kepada SAP dan peraturan daerah tentang pokok-pokok pengelolaan
keuangan daerah.
Bagan Akun
Bagan akun berisi nama dan kode akun
yang akan digunakan untuk mencatat dan mengklasifikasikan setiap jenis
transaksi yang serupa secara detil. Nama dan kode akun dapat dikembangkan dari
struktur/format laporan keuangan yang ingin dihasilkan oleh pemda sesuai dengan
SAP.
PEMBAHARUAN DALAM SISTEM AKUNTANSI
KEUANGAN DAERAH
Neraca dan laporan arus kas
merupakan bentuk laporan yang baru pemerintah daerah dan untuk dapat
menyusunnya diperlukan adanya standar akuntansi. Sistem akuntansi keuangan
pemerintahan yang diterapkan sejak bangsa ini merdeka 59 tahun yang lalu
didasarkan Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia (ICW) Staatblads 1928, yang
memang tidak diarahkan atau ditujukan untuk menghasilkan laporan neraca dan
laporan arus kas.
Dengan adanya reformasi atau
pembaharuan di dalam sistem pertangungjawaban keuangan daerah, sistem lama yang
digunakan oleh Pemda baik pernerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota
yaitu Manual Administrasi Keuangan Daerah (MAKUDA) yang diterapkan sejak 1981
tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda untuk menghasilkan laporan keuangan
dalam bentuk neraca dan laporan arus kas. Untuk dapat menghasilkan laporan
keuangan tersebut diperlukan suatu sistem akuntansi keuangan daerah yang
didasarkan atas standar akuntansi pemerintahan.
Sistem yang lama (MAKUDA) dertgan
ciri-ciri antara lain Single Entry(pembukuan tunggal),Incremental Budgeting (penganggaran
secara tradisional) yang:
a. Tidak mampu memherikan
informasi mengenai kekayaan yang dimiliki oleh daerah. atau dengan kata lain
tidak dapat memberikan laporan neraca.
b. Tidak mampu memberikan
informasi mengenai laporan aliran kas sehingga manajemen atau publik tidak
dapat mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan adanya kenaikan atau
penurunan kas daerah.
c. Sistem yang lama
(MAKUDA) ini juga tidak dapat membantu daerah untuk menyusun laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berbasis kiner‘ja sesuai
tuntutan masyarakat
d. Tidak mampu memherikan
informasi mengenai kekayaan yang dimiliki oleh daerah, atau dengan kata lain
tidak dapat memberikan laporan neraca.
Pembaharuan di dalam manajemen
keuangan daerah sebagaimana yang dikehendaki ketentuan perundang-undangan yang
ada telah direspons oleh pemerintah pusat dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
sebagai asosiasi profesi yaitu dengan dihentuknya “Kornite Standar Akuntansi
Pemerintah Pusat dan Daerah”. Komite ini bertugas untuk merumuskan dan
mengembangkan konsep Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah, yang
keanggotaannya terdiri dari kalangan birokrasi (Departemen Keuangan,
Departemen Dalam Negeri dan BPKP), IAI dan kalangan akademisi.
Dengan adanya Komite Standar
Akuntansi Pemerintah Pusat clan Daerah, isu mcngenai siapa yang berkewenangan
untuk menetapkan standar akuntansi pernerintah pusat dan pemerintah daerah
sudah dapat terpecahkan. Berdasarkan UU Nomor 1 tahun 2004, pemberlakuan
Standar Akuntansi Pemerintahan yang dihasilkan oleh Komite Standar
setelah meminta pertimbangan BPK ditetapkan dengan Peraturan Petnerintah.
Standar akuntansi pemerintahan yang dihasilkan oleh Komite ini diharapkan
dapat memayungi praktek-praktek akuntansi yang telah diterapkan oleh
Pemerintah Daerah saat ini dan untuk masa yang akan datang.
AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH
Pengembangan akuntansi di tingkat
pemerintah daeral telah dilakukan melalui Sistem Akuntansi dan Pengendalian
Anggaran (SAPA) sejak tahun 1986. Perubahan penting yang secara koinsidental
terjadi adalah reformasi di bidang keuangan negara. Setelah selama bertahun-tahun
Indonesia menggunakan UU di bidang perbendaharaan negara yang terbentuk
semenjak zaman kolonial maka pada abad 21 ini telah ditetapkan tiga paket
perundang-undangan di bidang keuangan negara yang menjadi landasan hukum
reformasi di bidang keuangan negara, yaitu Undang-Undang No. 17 Tahun 2004
tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab
dan Pengelolaan Keuangan Negara.
Arti penting akuntabilitas dalam
good governance ini tampaknya sangat disadari sebagaimana
terlihat dari aturan vang dituangkan dalam peraturan pemerintah tersebut di
atas.Penyajian laporan pertanggungjawaban keuangan antara lain
hcrisikan Ncraca, Laporan Perhitungan Anggaranaran dan Laporan Arus Kas
Permasalahan di atas sebenarnya
bukan politis, sebagian besar adalah berasal dari permasalahan teoritis, sistem
dan prosedur akuntansi dan pelaporan pertanggungjawaban keuangan daerah.
Masalah teoritis, sistem dan prosedur ini muncul sebagai konsekuensi logis dari
implikasi progresivitas pembaharuan yang dituntut oleh masyarakat.
Pembaruan-pembaruan tersebut, pada dasarnya menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1. Pembaruan anggaran, melalui
perubahan struktur anggaran, proses pe nyusunananggaran,
perubahan format clan administrasi pelaksanaannya,
serta penerapan
standar akuntansi;
2. Pembaruan pendanaan melalui
perubahan kewenangan daerah dalam memanfaatkan dana, prinsip pengelolaan kas,
cadangan, penggunaan dana pinjaman, dan pembelanjaan defisit, dan
3. Penyederhanaan prosedur, baik
dalam penyusunan anggaran, pelaksanaan, maupun dalam perhitungannya.
Kata kunci dari seluruh pembaharuan
di atas adalah Kinerja. Dan ini memang secara khusus ditegaskan dalam pasal
Peraturan Pemerintah yang mengatur bahwa APBD disusun berdasarkan
kinerja yang tolok ukurnya perlu dikembangkan sehingga dapat dievaluasi atau
diukur.
Perangkat perundang-undangan otonomi
daerah sesungguhnya sudah pula melengkapi manajemen pemerintahan daerah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban
Kepala Daerah. Peraturan Pemerintah ini menyebutkan bahwa Pertanggungjawaban
Kepala Daerah dinilai berdasarkan tolok ukur Rencana Strategis. Setiap daerah
wajib menetapkan Rencana Strategis dalam jangka 1 (satu) bulan setelah Kepala
Daerah dilantik. Rencana strategis ini beserta dokumen perencanaan daerah
lainnya memerlukan pengesahan oleh DPRD.
KEBIJAKAN UMUM AKUNTANSI KEUANGAN
PEMERINTAH
Terdapat tiga tujuan dari pelaporan
keuangan pemerintah yaitu akuntabilitas, manajerial, clan transparansi.
Akuntabilitas diartikan sebagai upaya untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan
sumber daya serta pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepada
unit organisasi pemerintah dalam rangka pencapaian tu_juan yang telah
ditetapkan melalui laporan keuangan pemerintah secara periodik. Manajerial
berarti menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan dan
pengelolaan keuangan pemerintah serta memudahkan pengendalian yang efektif
atas seluruh aset, utang, dan ekuitas dana. Sedangkan transparansi dalam
pelaporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi keuangan yang terbuka
bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Laporan keuangan pemerintah yang
selanjutnya disebut sebagai laporan pertanggungjawaban merupakan hasil proses
akuntansi atas transaksi-transaksi keuangan pemerintah. Laporan
pertanggungjawaban untuk tujuan umum, terdiri dari laporan perhitungan
anggaran, neraca, laporan arus kas dan nota perhitungan anggaran. Tidak
tertutup kemungkinan laporan keuangan dapat dikembangkan untuk tujuan khusus.
ASAS AKUNTANSI KEUANGAN PEMERINTAH
- Dasar Kas
Pendapatan diakui pada saat
dibukukan pada Kas Umum Negara/Daerah dan belanja diakui pada saat dikeluarkan
dari Kas Umurn Negara/Daerah.
- Asas Universalitas
Semua pengeluaran harus tercermin
dalam anggaran. Hal ini berarti bahwa anggaran belanja merupakan batas komitmen
tertinggi yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah untuk dapat membebani
APBD.
3. Asas Bruto
Tidak ada kompensasi antara
penerimaan dan pengeluaran. Misalnya Pendapatan Daerah memperoleh pendapatan
dan untuk memperolehnya diperlukan belanja, maka pelaporannya harus gross
income artinya pendapatan dilaporkan sebesar nilai pendapatan yang
diperoleh, dan belanja dibukukan pada pos belanja yang bersangkutan sebesar
belanja yang dikeluarkan.
4. Dana Umum
Dana Umum adalah suatu entitas
fiskal dan akuntansi yang mempertanggungjawabkan keseluruhan penerimaan dan
pengeluaran negara termasuk aset, utang, dan ekuitas dana. Dana Umum yang
dimaksud adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah. Dana yang digunakan
untuk membiayai kegiatan tertentu dipertanggungjawabkan secara khusus yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari Dana Umum.
ENTITAS
Untuk memastikan prosedur penuntasan
akuntabilitas (accountability discharge), perlu ditetapkan
entitas untuk menunjukkan entitas akuntansi yang menjadi pusat-pusat
pertanggungjawaban keuangan pemerintah. Entitas pelaporan keuangan mengacu pada
konsep bahwa setiap pusat pertanggungjawaban harus bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugasnya sesuai dengan peraturan.
Penetapan Dinas sebagai entitas
akuntansi pemerintah daerah didasarkan pada pengertian bahwa pengukuran kinerja
akan lebih tepat jika dilakukan atas suatu fungsi. Dalam struktur pemerintah
daerah, dinas merupakan suatu unit kerja yang paling mcndekati gambaran suatu
fungsi pemerintah daerah.
KODE REKENING
Akuntansi keuangan pemerintah
meliputi semua kegiatan yang meliputi pengumpulan data, pengklasifikasian,
pembukuan dan pelaporan keuangan pemcrintah. Kode perkiraan seragam dan
konsisten mutlak diperlukan sehingga mempermudah dalam penyusunan
laporan keuangan konsolidasi di tingkat daerah maupun di tingkat pusat.
Mengingat bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan berarti bahwa daerah
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari negara kesatuan Republik Indonesia,
maka dalam era otononipun tetap diperlukan informasi keuangan per wilayah
ataupun secara nasional untuk analisis fiskal maupun ekonomi makro. Konsekuensi
dari tuntutan kebutuhan tersebut adalah diperlukannya harmonisasi praktek
akuntansi antara pemerintah pusat dan daerah. Hal ini diatur melalui bagan
perkiraan standar yang menjadi acuan bagi pemerintah pusat dan pemerintah
daerah dalam mengembangkan sistem akuniansinya.
Di samping untuk memfasilitasi
pengkonsolidasian kinerja keuangan pemerintah daerah atau pemerintah pusat,
klasifikasi perkiraan dan pengkodeannya juga diperlukan untuk menyelaraskan
akuntansi keuangan pemerintah dengan sistem statistik keuangan Internasional,
sebagaimana diusulkan oleh International Monetary Fund dalam
konsepGovernment Finance Statistk (GFS). Satu hal yang mendasar
dari klasifikasi menurut GFS adalah bahwa klasifikasi tersebut harus dapat
mengakomodasi pengukuran kinerja pemerintah.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut
maka klasifikasi perkiraan selan berdasarkan sistem anggaran lama, yaitu per
mata anggaran penerimaar (MAP), mata anggaran pengeluaran (MAK), maka seluruh
aktivitas keuangan pemerintah daerah harus dapat dirinci berdasarkan
organisasi, fungsi dan klasifikasi ekonomi.
Posting Komentar